Total Tayangan Laman

Rabu, 20 November 2013

S R I (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)

APA ITU SRI ?
Adalah Cara Budidaya Tanaman Padi yang intensif dan efisien dengan proses management system perakaran dengan berbasis pada pengelolaan : Tanah, tanaman dan Air (Melak Pare Nu Tulaten) .
 
GAGASAN SRI
Tanaman padi sebenarnya mempunyai potensi yang besar untuk menghasilkan produksi dalam tarap tinggi, ini hanya akan dicapai bila kita membantu tanaman dengan kondisi baik untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat dilakukan melalui proses pengelolaan : Tanah, Tanaman dan Air.
 
DASAR PEMAHAMAN PRAKTEK SRI
Tanaman padi sawah berdasarkan praktek SRI ternyata bukan tanaman air tetapi dalam pertumbuhan membutuhkan air, dengan tujuan menyediakan oxygen lebih banyak di dalam tanah, kemudian tidak tergenang akar akan tumbuh dengan subur dan besar. Maka tanaman dapat menyerap nutrisi/makanan sebanyak-banyaknya.

BAGAIMANA BUDIDAYA TANAMAN PADI CARA SRI ?
Persemaian
Untuk SRI dapat ditanam pada pipiti (Besek), kotak, plastik atau nampan hal ini memudahkan untuk pengamatan dan seleksi benih yang terus-menerus dapat dilakukan. Kebutuhan pipiti adalah 60-70 buah ukuran 15 x 15 Cm per 0,14 Ha (100 bata) (420 – 490 buah per Ha). Tanah dalam pipiti sebagai media tumbuh benih dicampur dengan pupuk organik dengan perbandingan 1 : 1. Persemaian dapat disimpan di halaman rumah. Kebutuhan benih per 100 bata (0,14 Ha) adalah 0,7 – 1 Kg (4,9 – 7 Kg per Ha).

Cara Tanam
Benih ditanam pada umur 7 – 10 hari setelah semai. Jumlah bibit perlubangnya hanya satu (tanam tunggal), dasar pemikirannya adalah ketika bibit ditanam banyak maka akan bersaing satu sama lain dalam hal nutrisi, oxygen dan sinar matahari. Bibit ditanam dangkal dan perakaran horizontal seperti hurup L, hal ini dilakukan jika akar tekuk ke atas maka bibit memerlukan energi besar dalam memulai pertumbuhan kembali, dan akar baru akan tumbuh dari ujung tersebut.

Jarak Tanam
Berdasarkan pengalaman SRI, baik jika ditanam dengan jarak tanam lebar, antara lain 25 x 25 cm, 27 x 27 cm atau 30 x 30 cm. Dengan jarak tanam lebar dapat meningkatkan jumlah anakan produktif, karena persaingan oxygen, energi matahari dan nutrisi/makanan semakin berkurang.

Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik, berasal dari bahan organik seperti hijauan (jerami, batang pisang dan sisa tanaman lainnya, kotoran hewan : kambing, sapi, ayam, kelinci dan kerbau), serta limbah organik. Bahan-bahan tersebut lebih baik dikomposkan. Untuk memperkaya nutrisi yang dibutuhkan tanaman, untuk membantu mempercepat penghancurannya (Dekomposisi)sebaiknya dikembangkan proses permentasi dan pengelolaan Micro Organisme Lokal (MOL) yang terbuat dari tulang-tulang ikan, limbah kotoran hewan, buah-buahan, sebagai campurannya menggunakan air beras, air kelapa dan sebagai bahan pengawetnya dicampur air tebu, air nira, lahang/gula yang fermentasi selama 15 hari. Kebutuhan pupuk organik adalah 5 – 7 ton per Ha dengan catatan jerami yang ada di lahan dikembalikan ke dalam tanah.

Pengelolaan Air Dan Penyiangan
Umur padi vegetatif keadaan lahan dalam kondisi lembab (air kapasitas lapang), Sebelum penyiangan sebaiknya lahan digenangi 2 – 3 cm beberapa jam untuk memudahkan penyiangan pada umur 7 – 10 hari setelah tanam. Selanjutnya penyiangan dilakukan selang waktu sepuluh hari sebanyak minimal 3 kali penyiangan. Dengan pengelolaan air dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan penyiangan. Pada saat anakan maksimum kurang lebih umur tanaman 47 –55 hari setelah tanam sebaiknya lahan dalam kondisi kering selama 10 hari. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat proses pertumbuhan vegetatif dan menghemat keadaan nutrisi untuk tidak digunakan dalam pertumbuhan tunas yang tidak produktif dan menghambat tanaman tidak terlalu tinggi. Dan setelah sepuluh hari dikeringkan, kondisi lahan kembali macak – macak selama masa pertumbuhan malai, bulir, pengisian bulir hingga bernas, selanjutnya air dikeringkan kembali hingga saatnya panen.

Pengendalian Hama
Pada saat terjadi perubahan populasi serangga menjadi populasi yang merusak dan merugikan (hama), dilakukan dengan jurus – jurus konsep PHT (Pengendalian Hama Terpadu) secara utuh dengan berprinsip pada : (1) Budidaya tanaman sehat, (2) Pendayagunaan fungsi musuh alami, (3) Pengamatan berkala dan (4) Petani ahli PHT serta tidak menggunakan pestisida sintetis (buatan pabrik).

Produksi
Berdasarkan kajian oleh petani/kelompok tani di beberapa Kabupaten di Propinsi Jawa Barat, hasil produksi SRI 6,8 – 9,2 ton/ha GKP. Dibeberapa studi yang dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya (Kec. Parungponteng) muncul produksi 12, 48 ton/ha GKP, Kabupaten Ciamis (Kec. Banjarsari) 13,76 ton/ha GKP, Kabupaten Garut (Kec. Bayongbong) 12,00 ton/ha GKP .

BAGAIMANA DAMPAK PET DAN SRI ?
Sejalan dengan proses pembelajaran yang mempunyai harapan peningkatan produktivitas lahan maka telah diperoleh beberapa dampak terhadap sikap dan perilaku yang ditunjukkan beberapa kelompok tani dari berbagai daerah di Jawa Barat dari alumni pelatihan PET dan SRI diantaranya :
1.Kemampuan untuk menyediakan sarana produksi (kompos) dan bahan organik lainnya
2.Ada kemampuan untuk mengembangkan, mengkaji dan mengevaluasi Mikro Organisme Lokal (MOL)
3.Pengembangan proses pembelajaran PET dan SRI yang dilakukan secara swadaya
4.Pemanpaatan potensi lokal lebih berkembang
5.Pengembangan usaha tani dan mendorong sektor peternakan dan perikanan
6.Pemberdayaan petani di bidang pemasaran lebih berkembang khususnya produk beras organik
7.Pengendalian hama terpadu terselenggara lebih nyata
8.Agroekosistem khususnya padi sawah lebih terjamin kesehatan dan kelestariannya
9.Efisiensi dan efektifitas sumberdaya air
10.Prilaku dan sikap telah menunjukkan kearipan lokal yang mampu mendukung kekuatan ekonomi dan sumberdaya lokal sebagai wujud dukungan terhadap otonomi daerah.

Dasar Pemahaman Gagasan SRI
Tanaman padi sebenarnya mempunyai potensi yang besar untuk menghasilkan produksi dalam tarap tinggi. ini hanya akan dicapai bila kita membantu tanaman dengan kondisi baik untuk pertumbuhan mereka, Hal ini dapat dilakukan melalui proses pengelolaan: Tanah, Tanaman dan Air, serta unsur agro-ekosistem lainnya.
Dalam prakteknya, berdasar pengalaman petani perlu mempunyai keyakinan akan apa yang dilakukan untuk menanam padi metode SRI dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi pada tanaman setiap saat, maka sebelum petani menanam padi metode SRI, lebih baik jika petani terlebih dahulu memahami : faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap hasil padi, yaitu, Bahan organik, Oxygen dan Micro-organisme, dan Tanah sehatl ( fungsi dan peran unsur agro-ekosistem)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terhadap Hasil Padi
Beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap hasil padi adalah sebagai berikut:
 
a. Iklim
Efek Langsung Pada tanaman
Efek Tidak langsung melalui tanah Energi matahari
Temperatur Udara
Temperatur Tanah
Hujan

b. Tanah Sehat
Struktur Tanah
Ketersediaan Nutrisi
Ketersediaan air Aerasi
Daerah perakaran
Makro-nutrisi dan Mikro nutrisi
Bahan-bahan lainnya

c. Hama dan Penyakit
d. Pengelolaan


Bahan Organik
Bahan organik tanah merupakan sumber utama unsur C, N, P dan S. Rata-rata siklus dan ketersediaan komponen-komponen ini dirubah oleh organisme tanah yang diambil sebagai sumber makanan dan energi. Oleh karena itu, secara luas tanah merupakan sumber kehidupan yang dinamis yang berkualitas/bermutu dan sehat dalam menyokong pertanian yang berkelanjutan.

Oxygen dan Micro-organisme
Produksi padi didataran rendah dicirikan dengan penggunaan lapisan dasar tanah secara terus menerus selama siklus pertumbuhan tanaman padi. Tipe-tipe lapisan tanah tergantung pada ketersediaan oksigen. Dekat lapisan udara terdapat lapisan tipis tanah yang merupakan daerah terjadinya proses oksidasi, dan hanya beberapa centimeter atau milimeter dapat terbentuk ketika oksigen di atmosphere diikat oleh lapisan air dan adanya suplei oksigen dari algae dan gulma air pada permukaan tanah. Pada daerah ini (permukaan) adanya mikro-organisme aerobik (perlu oksigen) menyebabkan proses oksidasi berlangsung sempurna pada bahan-bahan seperti : Nitrat, sulphate dan besi Fe. sehingga tersedia bagi tanaman. Dibawah lapisan ini terjadi oksidasi yang sama kejadiannya ditemukan pada tanah yang tidak beririgasi.

Pada sawah yang airnya melimpah, daerah utama dari perkembangan akar didominasi oleh suasana an-aerobik (tidak ada oksigen), permukaan dari akar sendiri adalah aerobik sebab adanya oksigen yang dikeluarkan oleh tanaman. Akhirnya pada permukaan akar mikro-organisme aerobik dapat hidup, paling tidak pada fase awal dari perkembangan tanaman. Sebelum pertumbuhan akar berhenti sehingga transportasi media dan elemen-elemen lainnya ke akar.

TANAH SEHAT
Tanah sehat secara umum didefisikan sebagai kemampuan tanah secara terus menerus dalam fungsinya sebagai sistem kehidupan yang penting dalam ekosistem dan memanfaatkan tanah untuk berproduksi secara biologi, mengikat banyak udara dan air dari lingkungan untuk menjaga kesehatan tanaman, hewan dan manusia. Pada dasarnya, tanah yang sehat menghasilkan tanaman yang sehat pula. Dulu tanah yang sehat ditunjukan dengan meningkatkan kandungan bahan organik, berkurangnya kerusakan daun yang salah satuya oleh hama. Walau fenomena ini sulit untuk dijelaskan, hal itu dapat diperlihatkan dengan jelas akan pentingnya tanah tidak hanya sebagai media/tempat tumbuh, tetapi juga sebagai faktor penentu terhadap kesehatan tanaman.


KEGIATAN PENGEMBANGAN SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI ) 
Pengembangan SRI dilakukan melalui Proses Pembelajaran yaitu terdiri dari:
1. Pembelajaran SRI
2. Demonstrasi (Plot, Farm, Area)
3. Pengkajian SRI
4. Lokakarya
5. Expose (Seminar/Presentasi)
Berikut rincian kegiatan dari masing-masing unit pengembangan SRI ;
1. Pembelajaran SRI melalui
a. Pertemuan persiapan
b. Pembelajaran Ekologi Tanah (PET)
c. Penerapan dan Pendampingan SRI di lapangan

2. Pengkajian SRI
Memfasilitasi untuk tumbuh dan berkembang Sains petani/studi petani.


IDENTIFIKASI MASALAH USAHATANI 
Peningkatan produksi padi terus dilakukan dengan berbagai jenis program, sejak revolusi hijau sampai dengann saat ini untuk memenuhi kebutuhan pangan khususnya kebutuhan beras di dalam negeri, sehingga peningkatan produksi menjadi tujuan yang utama dan kehilangan produksi sekecil apapun menjadi sebuah hantu yang menakutkan. Pada pertengahan tahun 1984 Indonesia dilaporkan sebagai negara yang berhasil meningkatkan produksi padi atau beras, hal ini dibuktikan dengan pernyataan swasembada beras bahkan Indonesia dilaporkan telah mampu menyumbang beras ke salah satu negara yang pada saat itu dilanda kekurangan pangan(beras). Intensifikasi khusus yag salah satu program dengan menggunakan sarana produksi yang berasal dari bahan-bahan sintetis baik pupuk maupun pestisida telah mengantarkan produksi meningkat secara drastis, namun demikian peningkatan produksi beras tersebut tidaklah langgeung.
Peggunaan bahan-bahan sintetis berupa pupuk dan pestisida terus menerus dilakukan dalam jumlah yang semakin meningkat namun akhir-akhir ini produksi padi sulit untuk ditingkatkan bahkan cenderung menurun, disisi lain gangguan organisme pengganggu tanaman cenderung mengalami peningkatan disamping bencana alam seperti banjir disaat musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau. Penurunan produksi tidak hanya ditentukan oleh hal-hal seperti diatas namun prilaku usahatani mengenai pengelolaan lahan (tanah, air dan tanaman) sangat menentukan, disamping terjadinya penurunan kualitas struktur dan tekstur tanah yang sekaligus mempengaruhi aktivitas biologi tanah dan terancam terjadinya degradasi biodiversitas, dari yang kompleks menjadi lebih sederhana akibat kandungan bahan organik yang dikandung tanah sangat kurang karena perlakuan terhadap lahan kurang memperhatikan kaidah-kaidah ekologis, Inikah ekologi untuk eksploitasi ?

Terjadinya perubahan unsur-unsur dalam ekosistem pertanian khususnya agro ekosistem padi sawah banyak menimbulkan permasalahan dalam berusaha tani , namun demikian kondisi tersebut seolah dianggap menjadi hal yang terbiasa dan tidak sadarkan diri padahal kita rugi bahkan produksi padi kian hari malah kian menurun. Melalui kegiatan materi ini peserta akan secara intensif mengevaluasi kegiatan- kegiatan usahatani yang telah dijalaninya, mulai dari aspek produksi padi/ produktivitas lahan, penggunaan pupuk anorganik setiap musim tanam baik jumlah maupun jenisnya, pemakaian pestisida dilahan usahatani, jenis dan tingkat serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), kondisi air dan biaya usaha tani.

Pelatihan dalam peningkatan kemampuan teknis pengelolaan lahan usahatani padi diawali dengan kondisi saat ini yang terungkap secara sistematik melalui identifikasi masalah yang mengutamakan proses partisipatif, peggalian masalah oleh para peserta sendiri sehigga kedudukan petani dan aktivitasnya akan diketahui, dimengerti bahkan dipahami. Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, ketika masalah telah menjadi strategis dan dipahami para pelaku usahatani menjadi pintu masuk untuk mencari/menganalisa penyebab utama, sehingga akan lebih mengarah dan menjadi bahan-bahan dalam memunculkan alternatif pemecahan masalahnya.


Senin, 05 Maret 2012

BP3K TIRTAJAYA MELAKSANAKAN PELATIHAN PENETASAN TELUR ITIK

Sortir Telur yang Baik

Tehnik Penempatan Telur dalam Lemari penetasa

Pemahaman sortir telur
Tirtajaya, Senin 05 Maret 2012 BP3K Kecamatan Tirtajaya mengadakan koordinasi pelaksanaan kegiatan Kaji Tindak dimana diadakannya pelatihan untuk Penyuluh Pertanian tentang cara penetasan telur itik guna mendukung pelaksanaan UP-FMA, hal ini dilakukan sebagai wujud tindak lanjut koordinasi P3TIP (FEATI) yang diadakan di Kantor BP4K Kabupaten Karawang beberapa waktu yang lalu.  


Kegiatan tersebut dipimpin oleh Gilang Sugilar, A.Md  selaku Kepala BP3K Kecamatan Tirtajaya, hadir pula Ketua KTNA  Kecamatan Tirtajaya Salman Efendi, PPL se Kecamatan Tirtajaya,  Dalam pelatihan tersebut menghadirkan pula  seorang ahli penetasan telur itik dari Kecamatan Pedes yang sengaja diundang guna study banding dalam tehnik serta temuan-temuan teknologi dalam pengalaman penetasan, 


"Kami berupaya semaksimal mungkin dengan dana yang ada untuk memberikan pelatihan pada Para Penyuluh supaya bilamana terjun kelapangan setidaknya dapat memberikan kontribusi dalam penambahan Inovasi tehnik kepada kelompok usaha ternak itik di wilayah binaannya masing-masing," ucap Gilang Sugilar.


BP3K Tirtajaya menjadualkan tiap satu bulan dua kali mengadakan pelatihan serta koordinasi di setiap minggu ke dua dan minggu ke empat kepada para PPL, "dikantor ini kami bertemu seta melakukan musyawarah dengan para petani guna meningkatkan produktifitas usaha taninya, semoga pelatihan ini bisa bermanfaat untuk semua pihak." Pungkasnya.  (admin)

Jumat, 06 Januari 2012

PENCAPAIAN 4 SUKSES PEMBANGUNAN PERTANIAN 2011


Empat Sukses Pembangunan Pertanian adalah : (1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada berkelanjutan, (2) Peningkatan Diversifikasi Pangan, (3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor serta (4) Peningkatan Kesejahteraan Petani. Pencapaian 
1. Pencapaian Swasembada dan swasembada berkelanjutan
Padi dan jagung sudah swasembada. Oleh karena itu diprogramkan menjadi swasembada berkelanjutan. Agar swasembada berkelanjutan ini dapat dipertahankan, maka target peningkatan produksinya minimal sama dengan pertumbuhan permintaan dalam negeri.
Dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk secara nasional, permintaan bahan baku industri dalam negeri, kebutuhan stok nasional dalam rangka stabilitas harga serta pemenuhan peluang eskpor, maka produksi pada tahun 2014 ditargetkan sebesar 75,70 juta ton.
Namun dengan melihat perkembangan pangan dunia dan dampak perubahan iklim Presiden menetapkan bahwa pada tahun 2014 Indonesia tidak cukup hanya swasembada berkelanjutan tetapi harus surplus 10 juta ton beras!. Semula sesuai dengan renstra Kementan menuju tahun 2014 ini, produksi padi tahun 2011 ditetapkan 68,8 juta ton (dinaikkan menjadi 70,60 juta ton).
Pencapaian dalam tahun 2011. berdasarkan angka ramalan III BPS, produksi padi diperkirakanan sebesar 65,39 juta ton GKG, mengalamai penurunnan sebanyak 1,08 juta ton (1,63%); Swasembada berkelanjutan untuk produksi jagung pada tahun 2014 ditetapkan 29 juta ton dan pada tahun 2011 sebesar 22 juta ton. Berdasarkan angka ramalan III BPS produksi jagung diperkirakan sebesar 17, 23 juta ton pipilan kering atau menurun sebanyak 1,10 juta ton (5,99%).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai sasaran ini, seperti melaksanakan SLPTT, bantuan benih langsung dsbnya. Tetapi karena dampak iklim, adanya serangan hama penyakit, konversi lahan ke non pertanian, ternyata sasaran swasembada berkelanjutan belum menjadi kenyataan.
Untuk swasembada pada tahun 2014 ditetapkan untuk komoditas kedelai, gula dan daging sapi. Target produksinya pada tahun 2014 minimal harus sama dengan proyeksi permintaan dalam negeri pada tahun 2014 tsb, masing-masing kedelai 2,70 juta ton, gula 4,81 juta ton dan daging sapi 0,55 juta ton.
Untuk tahun 2011 ditetapkan target produksi kedelai 1,560 juta ton. Pencapaian tahun 2011 produksi kedelai sebesar 870,07 ribu ton biji kering, terjadi penurunan sebanyak 36,96 ribu ton (4,08 %).
Untuk produksi gula tahun 2011 ditetapkan 3,449 juta ton, tetapi produksi hanya mencapai 2,1 -2,2 juta ton.
Sedangkan target produksi daging sapi tahun 2011 sebesar 439 ribu ton. Swasembada daging ini sudah sampai 3 kali diundurkan, karena tidak tercapai. Untuk perencanaan yang lebih realistis maka pada tahaun 2011 Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan bersama Badan Pusat Statistik mengadakan Sensus ternak. Ternyata melalui Hasil Sensus Ternak 2011 ada optimisme menuju swasembada daging sampai tahun 2014. Sebab ternyata jumlah ternak sapi secara nasional mencapai 15,4 juta ekor, terdiri dari sapi potong 14,8 juta . ekor dan sapi perah 597,100 ekor. Sedangkan jumlah kerbau sebesar 1,3 juta ekor. Yang menggembirakan  jumlah populasi sapi potong betina mencapai 68,15% lebih banyak dari sapi potong jantan (38,85%). Untuk itu peternak perlu diyakinkan agar menghindari pemotongan sapi betina produktif. Dengan kondisi populasi seperti ini sangat mendukung program peningkatan populasi ternak yang diharapkan pemerintah, terutama melalui penerapan program inseminasi buatan terhadap sapi betina.
Untuk meraih swasembada dan swasembada berkelanjutan ini diharapkan ada dukungan utama berupa perluasan lahan seluas 2 juta hektar selama 2012-2014. Menurut Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan realisasi cetak sawah baru selama lima tahun terakhir (2006-2010) hanya sekitar 69.102 ha atau bertambah 14 ribu ha pertahun. Angka tersebut jauh di bawah target pencetakan sawah baru seluas 100 ribu ha pertahun. Diperkirakan defisit areal persawahan produktif dari tahun ke tahun semakin membesar. Idealnya . pemerintah perlu melakukan cetak sawah baru 200 ribu ha/tahun, atau minimal 100 ha per tahun.
2. Peningkatan Diversifikasi Pangan
Dalam rangka swasembada pangan, diversifikasi pangan menjadi keharusan. Menurut statistik konsumsi beras perkapita rakyat Indonesia mencapai 139,5 kg/orang/tahun. Ini angka konsumsi tertinggi di Asia. Bahkan mungkin di dunia. Menyadari akan hal ini pemerintah telah bertekad untuk penurunan tingkat konsumsi beras masyarakat sebesar 1,5% pertahun. Melalui program yang terarah ternyata pada tahun 2010 yang lalu target ini dapat diraih. Pemerintah telah bertekad bahwa konsumsi per kapita/th untuk tahun 2011 sebesar 138,24 kg; tahun 2012 sebesar 137,34; tahun 2013 sebesar 136,44 dan tahun 2014 sebesar 135,55 kg.
Peluang ini sebenarnya dapat diraih mengingat selain beras, Indonesia mempunyai banyak sumber karbohidrat mulai dari jagung, sagu, singkong, ubi, talas, gembili, kentang serta umbi-umbian lainnya. Dengan pengolahan sedemikian rupa akan menjadi pangan yang mengundang selera.
Pola makan yang amat tergantung pada beras tidak baik untuk masa depan. Selain tidak baik untuk kesehatan (kurang variasi jenis asupan karbohidrat vitamin, protein, glukosa), beras minded berpotensi membuat ketahanan pangan kita rentan. Bayangkan, jika suatu ketika, produksi padi nasional Indonesia, karena bencana, anomali iklim atau sebab lainnya-tak sanggup memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Maka meningkatkan diversifikasi pangan menjadi keharusan. Pangan yang beragam lebih menjamin ketahanan pangan.
3. Peningkatan Nilai tambah, daya saing dan Ekspor
Dalam tahun 2011 kinerja ekspor pertanian masih terus meningkat. Perkembangan positif ini terjadi berkat kerjasama dan kerja keras semua pihak, termasuk para petani, aparat dan praktisi bisnis pertanian.
Dalam tahun 2011, Semester I, ekspor pertanian mencapai angka 21,6 miliar dolar USD atau meningkat 115% dari posisi tahun 2009. Perkembangan menggembirakan juga terjadi dengan surplus neraca ekspor-impor komoditas sektor pertanian.
Per semester I, ekspor komoditas pertanian mencapai 21,59 miliar USD, atau meningkat lebih dari 66,3% dari capaian tahun 2010. Sementara itu, neraca ekspor impor untuk sektor pertanian mencapai surplus 11,34 miliar USD. Angka ini meningkat 68% dari surplus tahun lalu yang mencapai 6,74 miliar USD.
Pada enam bulan pertama tahun 2009 nilai ekspor pertanian baru mencapai 9,3 miliar USD. Pada periode yang sama tahun 2010 meningkat 39,24% menjadi 12,98 miliar USD.
Bila pada Semester T2009, surplus perdagangan baru mencapai 4,7 miliar dolar USD, maka per Juni 2011 angkanya sudah melampaui 11,3 miliar USD atau berlipat hampir 150% dari kondisi pertengahan tahun 2009.
4. Peningkatan kesejahteraan petani
Akhirnya sebagai resultante hasil hasil yang dicapai ini tercermin pada Nilai Tukar Petani (NTP). Nilai Tukar Petani (NTP), merupakan salah satu indikator untuk melihat kemampuan/daya beli petani di Indonesia. Apabila indikatornya di atas 100 berarti terjadi peningkatan pendapatan dan kesejahteran petani. Memperhatikan data data dari laporan resmi BPS, perkembangan nilai tukar petani dari waktu ke waktu menunjukkan trend positif. Pada bulan Agustus 2011 mencapai 105,11 atau naik 0,23 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan kesejahteraan petani. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.
Secara tidak langsung, trend NTP yang meningkat, juga menunjukkan bahwa berbagai kebijakan dan program pemberdayaan dan peningkatan kesajahteraan petani mulai membuahkan hasil yang menggembirakan.
Untuk mendorong peningkatan kesejahteraan petani, pemerintah menggulirkan kebijakan dan program pembangunan pertanian. Dalam bentuk kebijakan, antara lain berupa penetapan harga pokok pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah/beras, penetapan harga eceran (HET) pupuk bersubsidi, serta kebijakan pembatasan importasi dan stabilisasi harga.
Berbagai program pembangunan juga telah, sedang dan terus digulirkan untuk membina, melindungi dan memberdayakan petani. Antara lain pemberian bantuan langsung pupuk dan benih unggul, bantuan pembiayaan melalui skema Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), bantuan LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat), KUPS (Kredit Usaha Pembibitan Sapi), KUR (Kredit Usaha Rakyat), penggantian sarana produksi dan biaya pengolahan sawah untuk yang terkena puso (gagal panen), bantuan alat dan mesin pertanian (pompa, hand tractor, terpal), perbaikan sarana jalan dan irigasi tingkat desa, serta beberapa program pemberdayaan petani.
Empat Sukses Pembangunan Pertanian adalah : (1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada berkelanjutan, (2) Peningkatan Diversifikasi Pangan, (3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor serta (4) Peningkatan Kesejahteraan Petani. Pencapaian 
1. Pencapaian Swasembada dan swasembada berkelanjutan
Padi dan jagung sudah swasembada. Oleh karena itu diprogramkan menjadi swasembada berkelanjutan. Agar swasembada berkelanjutan ini dapat dipertahankan, maka target peningkatan produksinya minimal sama dengan pertumbuhan permintaan dalam negeri.
Dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk secara nasional, permintaan bahan baku industri dalam negeri, kebutuhan stok nasional dalam rangka stabilitas harga serta pemenuhan peluang eskpor, maka produksi pada tahun 2014 ditargetkan sebesar 75,70 juta ton.
Namun dengan melihat perkembangan pangan dunia dan dampak perubahan iklim Presiden menetapkan bahwa pada tahun 2014 Indonesia tidak cukup hanya swasembada berkelanjutan tetapi harus surplus 10 juta ton beras!. Semula sesuai dengan renstra Kementan menuju tahun 2014 ini, produksi padi tahun 2011 ditetapkan 68,8 juta ton (dinaikkan menjadi 70,60 juta ton).
Pencapaian dalam tahun 2011. berdasarkan angka ramalan III BPS, produksi padi diperkirakanan sebesar 65,39 juta ton GKG, mengalamai penurunnan sebanyak 1,08 juta ton (1,63%); Swasembada berkelanjutan untuk produksi jagung pada tahun 2014 ditetapkan 29 juta ton dan pada tahun 2011 sebesar 22 juta ton. Berdasarkan angka ramalan III BPS produksi jagung diperkirakan sebesar 17, 23 juta ton pipilan kering atau menurun sebanyak 1,10 juta ton (5,99%).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai sasaran ini, seperti melaksanakan SLPTT, bantuan benih langsung dsbnya. Tetapi karena dampak iklim, adanya serangan hama penyakit, konversi lahan ke non pertanian, ternyata sasaran swasembada berkelanjutan belum menjadi kenyataan.
Untuk swasembada pada tahun 2014 ditetapkan untuk komoditas kedelai, gula dan daging sapi. Target produksinya pada tahun 2014 minimal harus sama dengan proyeksi permintaan dalam negeri pada tahun 2014 tsb, masing-masing kedelai 2,70 juta ton, gula 4,81 juta ton dan daging sapi 0,55 juta ton.
Untuk tahun 2011 ditetapkan target produksi kedelai 1,560 juta ton. Pencapaian tahun 2011 produksi kedelai sebesar 870,07 ribu ton biji kering, terjadi penurunan sebanyak 36,96 ribu ton (4,08 %).
Untuk produksi gula tahun 2011 ditetapkan 3,449 juta ton, tetapi produksi hanya mencapai 2,1 -2,2 juta ton.
Sedangkan target produksi daging sapi tahun 2011 sebesar 439 ribu ton. Swasembada daging ini sudah sampai 3 kali diundurkan, karena tidak tercapai. Untuk perencanaan yang lebih realistis maka pada tahaun 2011 Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan bersama Badan Pusat Statistik mengadakan Sensus ternak. Ternyata melalui Hasil Sensus Ternak 2011 ada optimisme menuju swasembada daging sampai tahun 2014. Sebab ternyata jumlah ternak sapi secara nasional mencapai 15,4 juta ekor, terdiri dari sapi potong 14,8 juta . ekor dan sapi perah 597,100 ekor. Sedangkan jumlah kerbau sebesar 1,3 juta ekor. Yang menggembirakan  jumlah populasi sapi potong betina mencapai 68,15% lebih banyak dari sapi potong jantan (38,85%). Untuk itu peternak perlu diyakinkan agar menghindari pemotongan sapi betina produktif. Dengan kondisi populasi seperti ini sangat mendukung program peningkatan populasi ternak yang diharapkan pemerintah, terutama melalui penerapan program inseminasi buatan terhadap sapi betina.
Untuk meraih swasembada dan swasembada berkelanjutan ini diharapkan ada dukungan utama berupa perluasan lahan seluas 2 juta hektar selama 2012-2014. Menurut Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan realisasi cetak sawah baru selama lima tahun terakhir (2006-2010) hanya sekitar 69.102 ha atau bertambah 14 ribu ha pertahun. Angka tersebut jauh di bawah target pencetakan sawah baru seluas 100 ribu ha pertahun. Diperkirakan defisit areal persawahan produktif dari tahun ke tahun semakin membesar. Idealnya . pemerintah perlu melakukan cetak sawah baru 200 ribu ha/tahun, atau minimal 100 ha per tahun.
2. Peningkatan Diversifikasi Pangan
Dalam rangka swasembada pangan, diversifikasi pangan menjadi keharusan. Menurut statistik konsumsi beras perkapita rakyat Indonesia mencapai 139,5 kg/orang/tahun. Ini angka konsumsi tertinggi di Asia. Bahkan mungkin di dunia. Menyadari akan hal ini pemerintah telah bertekad untuk penurunan tingkat konsumsi beras masyarakat sebesar 1,5% pertahun. Melalui program yang terarah ternyata pada tahun 2010 yang lalu target ini dapat diraih. Pemerintah telah bertekad bahwa konsumsi per kapita/th untuk tahun 2011 sebesar 138,24 kg; tahun 2012 sebesar 137,34; tahun 2013 sebesar 136,44 dan tahun 2014 sebesar 135,55 kg.
Peluang ini sebenarnya dapat diraih mengingat selain beras, Indonesia mempunyai banyak sumber karbohidrat mulai dari jagung, sagu, singkong, ubi, talas, gembili, kentang serta umbi-umbian lainnya. Dengan pengolahan sedemikian rupa akan menjadi pangan yang mengundang selera.
Pola makan yang amat tergantung pada beras tidak baik untuk masa depan. Selain tidak baik untuk kesehatan (kurang variasi jenis asupan karbohidrat vitamin, protein, glukosa), beras minded berpotensi membuat ketahanan pangan kita rentan. Bayangkan, jika suatu ketika, produksi padi nasional Indonesia, karena bencana, anomali iklim atau sebab lainnya-tak sanggup memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Maka meningkatkan diversifikasi pangan menjadi keharusan. Pangan yang beragam lebih menjamin ketahanan pangan.
3. Peningkatan Nilai tambah, daya saing dan Ekspor
Dalam tahun 2011 kinerja ekspor pertanian masih terus meningkat. Perkembangan positif ini terjadi berkat kerjasama dan kerja keras semua pihak, termasuk para petani, aparat dan praktisi bisnis pertanian.
Dalam tahun 2011, Semester I, ekspor pertanian mencapai angka 21,6 miliar dolar USD atau meningkat 115% dari posisi tahun 2009. Perkembangan menggembirakan juga terjadi dengan surplus neraca ekspor-impor komoditas sektor pertanian.
Per semester I, ekspor komoditas pertanian mencapai 21,59 miliar USD, atau meningkat lebih dari 66,3% dari capaian tahun 2010. Sementara itu, neraca ekspor impor untuk sektor pertanian mencapai surplus 11,34 miliar USD. Angka ini meningkat 68% dari surplus tahun lalu yang mencapai 6,74 miliar USD.
Pada enam bulan pertama tahun 2009 nilai ekspor pertanian baru mencapai 9,3 miliar USD. Pada periode yang sama tahun 2010 meningkat 39,24% menjadi 12,98 miliar USD.
Bila pada Semester T2009, surplus perdagangan baru mencapai 4,7 miliar dolar USD, maka per Juni 2011 angkanya sudah melampaui 11,3 miliar USD atau berlipat hampir 150% dari kondisi pertengahan tahun 2009.
4. Peningkatan kesejahteraan petani
Akhirnya sebagai resultante hasil hasil yang dicapai ini tercermin pada Nilai Tukar Petani (NTP). Nilai Tukar Petani (NTP), merupakan salah satu indikator untuk melihat kemampuan/daya beli petani di Indonesia. Apabila indikatornya di atas 100 berarti terjadi peningkatan pendapatan dan kesejahteran petani. Memperhatikan data data dari laporan resmi BPS, perkembangan nilai tukar petani dari waktu ke waktu menunjukkan trend positif. Pada bulan Agustus 2011 mencapai 105,11 atau naik 0,23 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan kesejahteraan petani. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.
Secara tidak langsung, trend NTP yang meningkat, juga menunjukkan bahwa berbagai kebijakan dan program pemberdayaan dan peningkatan kesajahteraan petani mulai membuahkan hasil yang menggembirakan.
Untuk mendorong peningkatan kesejahteraan petani, pemerintah menggulirkan kebijakan dan program pembangunan pertanian. Dalam bentuk kebijakan, antara lain berupa penetapan harga pokok pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah/beras, penetapan harga eceran (HET) pupuk bersubsidi, serta kebijakan pembatasan importasi dan stabilisasi harga.
Berbagai program pembangunan juga telah, sedang dan terus digulirkan untuk membina, melindungi dan memberdayakan petani. Antara lain pemberian bantuan langsung pupuk dan benih unggul, bantuan pembiayaan melalui skema Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), bantuan LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat), KUPS (Kredit Usaha Pembibitan Sapi), KUR (Kredit Usaha Rakyat), penggantian sarana produksi dan biaya pengolahan sawah untuk yang terkena puso (gagal panen), bantuan alat dan mesin pertanian (pompa, hand tractor, terpal), perbaikan sarana jalan dan irigasi tingkat desa, serta beberapa program pemberdayaan petani.

Kamis, 21 Juli 2011

BUPATI RESMIKAN GEDUNG DESA MEDANKARYA


Bupati Karawang, H. Ade Swara meresmikan penggunaan Kantor Desa Medankarya, Kecamatan Tirtajaya. Peresmian gedung yang merupakan salah satu prototype kantor desa tersebut ditandai dengan penandatangan prasasti dan pengguntingan pita oleh Bupati Ade Swara, Kamis (14/7).
Bupati Ade Swara dalam kesempatan tersebut mengatakan, bahwa dengan program pembangunan kantor desa prototype ini, maka ke depan seluruh kantor desa yang ada di Kab. Karawang akan memiliki gedung kantor yang serupa dan seragam. “Akan tetapi, pelaksanaannya tentu akan disesuaikan dengan kemampuan dan anggaran yang ada,” ujarnya.
Lebih lanjut Bupati mengatakan, APBD Kab. Karawang saat ini mencapai Rp.1,7 trilyun dan belanja mencapai Rp. 2 trilyun.  Jumlah tersebut tentunya tidak mencukupi, terlebih masih terdapat permasalahan lain yang harus diselesaikan, seperti jalan maupun pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan.
Bupati Ade Swara juga menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut berpartisipasi hingga terselesaikannya pembangunan gedung Kantor Desa Medankarya. “Untuk itu, dengan diawali ucapan Bismillahirahmanirrahim, Gedung Kantor Desa Medankarya Kecamatan Tirtajaya saya resmikan penggunaanya,” imbuhnya.
Sementara itu, berkaitan dengan penyelenggaraan Peringatan Isra Miraj yang dipadukan dalam kegiatan tersebut, Bupati mengingatkan bahwa kegiatan peringatan ini hendaknya tidak sebatas kegiatan seremonial saja. “Akan tetapi kegiatan ini harus dijadikan sebagai momentum untuk mengkaji tentang nilai-nilai yang terkandung dalam Islam dan mengimplementasikannya dalam keseharian kita,” tambahnya.
Di sisi lain,  Kepala Desa Medankarya, Nosim Umbara menjelaskan bahwa pelaksanaan pembangunan kantor desa dimulai setelah pencairan termin pertama tanggal 8 Juli 2010 untuk pekerjaan selama tiga bulan dua puluh hari. Termin kedua pencairan dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2010 untuk capaian pembangunan 60 persen untuk pekerjaan selama tiga bulan dua puluh hari. Sedangkan termin ketiga pencairan dilakukan pada tanggal 17 Januari 2011 dengan lama pekerjaan 1 tahun lima hari.

Selasa, 05 Juli 2011

PERCEPATAN SLPTT KUNCI SUKSES RAIH SWASEMBADA PANGAN

LLP Pada SLPTT
Kementerian Pertanian mentargetkan bisa swasembada padi, jagung dan kedelai secara berkelanjutan. Untuk itu pada tahun 2011, produksi padi diharapkan bisa mencapai 70,6 juta ton, jagung 22 juta ton dan kedelai 1,56 juta ton.
Faktor kunci keberhasilan pencapaian produksi swasembada pangan berkelanjutan itu adalah suksesnya percepatan pelaksanaan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL PTT). "Faktor kunci lainnya, yakni jaminan ketersediaan anggaran, jaminan ketersediaan dan penyaluran benih serta pupuk, serta peran aktif gubernur, bupati, walikota, tokoh masyarakat dan tokoh formal dan informal," kata Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Udhoro Kasih Anggoro pada Temu Teknis Sinkronisasi Program Pembangunan Pertanian Pusat dan Daerah di Gedung Putri Karang Melenu, Tenggarong, Kukar, Kalimantan Timur.
Anggoro memaparkan Kementan sudah menetapkan sasaran percepatan SL- PTT. Pada tahun 2011, sasaran SL- PTT sawah padi non hibrida seluas 2,2 juta ha (31 propinsi), 228 ribu ha padi hibrida (21 propinsi), 350 ribu ha padi lahan kering (29 propinsi), 206.730 ha jagung hibrida (25 propinsi) dan 250 ribu ha kedelai (16 propinsi).
Upaya percepatan pencapaian program pangan 2011 lanjut Udhoro Kasih Anggoro yakni menggeser waktu tanam SL PTT bulan Maret-April 2011 untuk menciptakan puncak panen Juli 2011; penyaluran benih Cadangan Benih Nasional periode Januari - Maret 2011, percepatan pelaksanaan BLBU dan BLP melalui Perpres No. 14 Tahun 2011. Rapat koordinasi tingkat Menko Perekonomian, Pusat dan Daerah, BUMN, Pelaksana, dan Stakeholder.

TERPOPULER

SITUS RESMI FK-THL KARAWANG

BLOG TAUTAN