Total Tayangan Laman

Senin, 05 Maret 2012

BP3K TIRTAJAYA MELAKSANAKAN PELATIHAN PENETASAN TELUR ITIK

Sortir Telur yang Baik

Tehnik Penempatan Telur dalam Lemari penetasa

Pemahaman sortir telur
Tirtajaya, Senin 05 Maret 2012 BP3K Kecamatan Tirtajaya mengadakan koordinasi pelaksanaan kegiatan Kaji Tindak dimana diadakannya pelatihan untuk Penyuluh Pertanian tentang cara penetasan telur itik guna mendukung pelaksanaan UP-FMA, hal ini dilakukan sebagai wujud tindak lanjut koordinasi P3TIP (FEATI) yang diadakan di Kantor BP4K Kabupaten Karawang beberapa waktu yang lalu.  


Kegiatan tersebut dipimpin oleh Gilang Sugilar, A.Md  selaku Kepala BP3K Kecamatan Tirtajaya, hadir pula Ketua KTNA  Kecamatan Tirtajaya Salman Efendi, PPL se Kecamatan Tirtajaya,  Dalam pelatihan tersebut menghadirkan pula  seorang ahli penetasan telur itik dari Kecamatan Pedes yang sengaja diundang guna study banding dalam tehnik serta temuan-temuan teknologi dalam pengalaman penetasan, 


"Kami berupaya semaksimal mungkin dengan dana yang ada untuk memberikan pelatihan pada Para Penyuluh supaya bilamana terjun kelapangan setidaknya dapat memberikan kontribusi dalam penambahan Inovasi tehnik kepada kelompok usaha ternak itik di wilayah binaannya masing-masing," ucap Gilang Sugilar.


BP3K Tirtajaya menjadualkan tiap satu bulan dua kali mengadakan pelatihan serta koordinasi di setiap minggu ke dua dan minggu ke empat kepada para PPL, "dikantor ini kami bertemu seta melakukan musyawarah dengan para petani guna meningkatkan produktifitas usaha taninya, semoga pelatihan ini bisa bermanfaat untuk semua pihak." Pungkasnya.  (admin)

Jumat, 06 Januari 2012

PENCAPAIAN 4 SUKSES PEMBANGUNAN PERTANIAN 2011


Empat Sukses Pembangunan Pertanian adalah : (1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada berkelanjutan, (2) Peningkatan Diversifikasi Pangan, (3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor serta (4) Peningkatan Kesejahteraan Petani. Pencapaian 
1. Pencapaian Swasembada dan swasembada berkelanjutan
Padi dan jagung sudah swasembada. Oleh karena itu diprogramkan menjadi swasembada berkelanjutan. Agar swasembada berkelanjutan ini dapat dipertahankan, maka target peningkatan produksinya minimal sama dengan pertumbuhan permintaan dalam negeri.
Dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk secara nasional, permintaan bahan baku industri dalam negeri, kebutuhan stok nasional dalam rangka stabilitas harga serta pemenuhan peluang eskpor, maka produksi pada tahun 2014 ditargetkan sebesar 75,70 juta ton.
Namun dengan melihat perkembangan pangan dunia dan dampak perubahan iklim Presiden menetapkan bahwa pada tahun 2014 Indonesia tidak cukup hanya swasembada berkelanjutan tetapi harus surplus 10 juta ton beras!. Semula sesuai dengan renstra Kementan menuju tahun 2014 ini, produksi padi tahun 2011 ditetapkan 68,8 juta ton (dinaikkan menjadi 70,60 juta ton).
Pencapaian dalam tahun 2011. berdasarkan angka ramalan III BPS, produksi padi diperkirakanan sebesar 65,39 juta ton GKG, mengalamai penurunnan sebanyak 1,08 juta ton (1,63%); Swasembada berkelanjutan untuk produksi jagung pada tahun 2014 ditetapkan 29 juta ton dan pada tahun 2011 sebesar 22 juta ton. Berdasarkan angka ramalan III BPS produksi jagung diperkirakan sebesar 17, 23 juta ton pipilan kering atau menurun sebanyak 1,10 juta ton (5,99%).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai sasaran ini, seperti melaksanakan SLPTT, bantuan benih langsung dsbnya. Tetapi karena dampak iklim, adanya serangan hama penyakit, konversi lahan ke non pertanian, ternyata sasaran swasembada berkelanjutan belum menjadi kenyataan.
Untuk swasembada pada tahun 2014 ditetapkan untuk komoditas kedelai, gula dan daging sapi. Target produksinya pada tahun 2014 minimal harus sama dengan proyeksi permintaan dalam negeri pada tahun 2014 tsb, masing-masing kedelai 2,70 juta ton, gula 4,81 juta ton dan daging sapi 0,55 juta ton.
Untuk tahun 2011 ditetapkan target produksi kedelai 1,560 juta ton. Pencapaian tahun 2011 produksi kedelai sebesar 870,07 ribu ton biji kering, terjadi penurunan sebanyak 36,96 ribu ton (4,08 %).
Untuk produksi gula tahun 2011 ditetapkan 3,449 juta ton, tetapi produksi hanya mencapai 2,1 -2,2 juta ton.
Sedangkan target produksi daging sapi tahun 2011 sebesar 439 ribu ton. Swasembada daging ini sudah sampai 3 kali diundurkan, karena tidak tercapai. Untuk perencanaan yang lebih realistis maka pada tahaun 2011 Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan bersama Badan Pusat Statistik mengadakan Sensus ternak. Ternyata melalui Hasil Sensus Ternak 2011 ada optimisme menuju swasembada daging sampai tahun 2014. Sebab ternyata jumlah ternak sapi secara nasional mencapai 15,4 juta ekor, terdiri dari sapi potong 14,8 juta . ekor dan sapi perah 597,100 ekor. Sedangkan jumlah kerbau sebesar 1,3 juta ekor. Yang menggembirakan  jumlah populasi sapi potong betina mencapai 68,15% lebih banyak dari sapi potong jantan (38,85%). Untuk itu peternak perlu diyakinkan agar menghindari pemotongan sapi betina produktif. Dengan kondisi populasi seperti ini sangat mendukung program peningkatan populasi ternak yang diharapkan pemerintah, terutama melalui penerapan program inseminasi buatan terhadap sapi betina.
Untuk meraih swasembada dan swasembada berkelanjutan ini diharapkan ada dukungan utama berupa perluasan lahan seluas 2 juta hektar selama 2012-2014. Menurut Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan realisasi cetak sawah baru selama lima tahun terakhir (2006-2010) hanya sekitar 69.102 ha atau bertambah 14 ribu ha pertahun. Angka tersebut jauh di bawah target pencetakan sawah baru seluas 100 ribu ha pertahun. Diperkirakan defisit areal persawahan produktif dari tahun ke tahun semakin membesar. Idealnya . pemerintah perlu melakukan cetak sawah baru 200 ribu ha/tahun, atau minimal 100 ha per tahun.
2. Peningkatan Diversifikasi Pangan
Dalam rangka swasembada pangan, diversifikasi pangan menjadi keharusan. Menurut statistik konsumsi beras perkapita rakyat Indonesia mencapai 139,5 kg/orang/tahun. Ini angka konsumsi tertinggi di Asia. Bahkan mungkin di dunia. Menyadari akan hal ini pemerintah telah bertekad untuk penurunan tingkat konsumsi beras masyarakat sebesar 1,5% pertahun. Melalui program yang terarah ternyata pada tahun 2010 yang lalu target ini dapat diraih. Pemerintah telah bertekad bahwa konsumsi per kapita/th untuk tahun 2011 sebesar 138,24 kg; tahun 2012 sebesar 137,34; tahun 2013 sebesar 136,44 dan tahun 2014 sebesar 135,55 kg.
Peluang ini sebenarnya dapat diraih mengingat selain beras, Indonesia mempunyai banyak sumber karbohidrat mulai dari jagung, sagu, singkong, ubi, talas, gembili, kentang serta umbi-umbian lainnya. Dengan pengolahan sedemikian rupa akan menjadi pangan yang mengundang selera.
Pola makan yang amat tergantung pada beras tidak baik untuk masa depan. Selain tidak baik untuk kesehatan (kurang variasi jenis asupan karbohidrat vitamin, protein, glukosa), beras minded berpotensi membuat ketahanan pangan kita rentan. Bayangkan, jika suatu ketika, produksi padi nasional Indonesia, karena bencana, anomali iklim atau sebab lainnya-tak sanggup memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Maka meningkatkan diversifikasi pangan menjadi keharusan. Pangan yang beragam lebih menjamin ketahanan pangan.
3. Peningkatan Nilai tambah, daya saing dan Ekspor
Dalam tahun 2011 kinerja ekspor pertanian masih terus meningkat. Perkembangan positif ini terjadi berkat kerjasama dan kerja keras semua pihak, termasuk para petani, aparat dan praktisi bisnis pertanian.
Dalam tahun 2011, Semester I, ekspor pertanian mencapai angka 21,6 miliar dolar USD atau meningkat 115% dari posisi tahun 2009. Perkembangan menggembirakan juga terjadi dengan surplus neraca ekspor-impor komoditas sektor pertanian.
Per semester I, ekspor komoditas pertanian mencapai 21,59 miliar USD, atau meningkat lebih dari 66,3% dari capaian tahun 2010. Sementara itu, neraca ekspor impor untuk sektor pertanian mencapai surplus 11,34 miliar USD. Angka ini meningkat 68% dari surplus tahun lalu yang mencapai 6,74 miliar USD.
Pada enam bulan pertama tahun 2009 nilai ekspor pertanian baru mencapai 9,3 miliar USD. Pada periode yang sama tahun 2010 meningkat 39,24% menjadi 12,98 miliar USD.
Bila pada Semester T2009, surplus perdagangan baru mencapai 4,7 miliar dolar USD, maka per Juni 2011 angkanya sudah melampaui 11,3 miliar USD atau berlipat hampir 150% dari kondisi pertengahan tahun 2009.
4. Peningkatan kesejahteraan petani
Akhirnya sebagai resultante hasil hasil yang dicapai ini tercermin pada Nilai Tukar Petani (NTP). Nilai Tukar Petani (NTP), merupakan salah satu indikator untuk melihat kemampuan/daya beli petani di Indonesia. Apabila indikatornya di atas 100 berarti terjadi peningkatan pendapatan dan kesejahteran petani. Memperhatikan data data dari laporan resmi BPS, perkembangan nilai tukar petani dari waktu ke waktu menunjukkan trend positif. Pada bulan Agustus 2011 mencapai 105,11 atau naik 0,23 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan kesejahteraan petani. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.
Secara tidak langsung, trend NTP yang meningkat, juga menunjukkan bahwa berbagai kebijakan dan program pemberdayaan dan peningkatan kesajahteraan petani mulai membuahkan hasil yang menggembirakan.
Untuk mendorong peningkatan kesejahteraan petani, pemerintah menggulirkan kebijakan dan program pembangunan pertanian. Dalam bentuk kebijakan, antara lain berupa penetapan harga pokok pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah/beras, penetapan harga eceran (HET) pupuk bersubsidi, serta kebijakan pembatasan importasi dan stabilisasi harga.
Berbagai program pembangunan juga telah, sedang dan terus digulirkan untuk membina, melindungi dan memberdayakan petani. Antara lain pemberian bantuan langsung pupuk dan benih unggul, bantuan pembiayaan melalui skema Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), bantuan LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat), KUPS (Kredit Usaha Pembibitan Sapi), KUR (Kredit Usaha Rakyat), penggantian sarana produksi dan biaya pengolahan sawah untuk yang terkena puso (gagal panen), bantuan alat dan mesin pertanian (pompa, hand tractor, terpal), perbaikan sarana jalan dan irigasi tingkat desa, serta beberapa program pemberdayaan petani.
Empat Sukses Pembangunan Pertanian adalah : (1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada berkelanjutan, (2) Peningkatan Diversifikasi Pangan, (3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor serta (4) Peningkatan Kesejahteraan Petani. Pencapaian 
1. Pencapaian Swasembada dan swasembada berkelanjutan
Padi dan jagung sudah swasembada. Oleh karena itu diprogramkan menjadi swasembada berkelanjutan. Agar swasembada berkelanjutan ini dapat dipertahankan, maka target peningkatan produksinya minimal sama dengan pertumbuhan permintaan dalam negeri.
Dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk secara nasional, permintaan bahan baku industri dalam negeri, kebutuhan stok nasional dalam rangka stabilitas harga serta pemenuhan peluang eskpor, maka produksi pada tahun 2014 ditargetkan sebesar 75,70 juta ton.
Namun dengan melihat perkembangan pangan dunia dan dampak perubahan iklim Presiden menetapkan bahwa pada tahun 2014 Indonesia tidak cukup hanya swasembada berkelanjutan tetapi harus surplus 10 juta ton beras!. Semula sesuai dengan renstra Kementan menuju tahun 2014 ini, produksi padi tahun 2011 ditetapkan 68,8 juta ton (dinaikkan menjadi 70,60 juta ton).
Pencapaian dalam tahun 2011. berdasarkan angka ramalan III BPS, produksi padi diperkirakanan sebesar 65,39 juta ton GKG, mengalamai penurunnan sebanyak 1,08 juta ton (1,63%); Swasembada berkelanjutan untuk produksi jagung pada tahun 2014 ditetapkan 29 juta ton dan pada tahun 2011 sebesar 22 juta ton. Berdasarkan angka ramalan III BPS produksi jagung diperkirakan sebesar 17, 23 juta ton pipilan kering atau menurun sebanyak 1,10 juta ton (5,99%).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai sasaran ini, seperti melaksanakan SLPTT, bantuan benih langsung dsbnya. Tetapi karena dampak iklim, adanya serangan hama penyakit, konversi lahan ke non pertanian, ternyata sasaran swasembada berkelanjutan belum menjadi kenyataan.
Untuk swasembada pada tahun 2014 ditetapkan untuk komoditas kedelai, gula dan daging sapi. Target produksinya pada tahun 2014 minimal harus sama dengan proyeksi permintaan dalam negeri pada tahun 2014 tsb, masing-masing kedelai 2,70 juta ton, gula 4,81 juta ton dan daging sapi 0,55 juta ton.
Untuk tahun 2011 ditetapkan target produksi kedelai 1,560 juta ton. Pencapaian tahun 2011 produksi kedelai sebesar 870,07 ribu ton biji kering, terjadi penurunan sebanyak 36,96 ribu ton (4,08 %).
Untuk produksi gula tahun 2011 ditetapkan 3,449 juta ton, tetapi produksi hanya mencapai 2,1 -2,2 juta ton.
Sedangkan target produksi daging sapi tahun 2011 sebesar 439 ribu ton. Swasembada daging ini sudah sampai 3 kali diundurkan, karena tidak tercapai. Untuk perencanaan yang lebih realistis maka pada tahaun 2011 Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan bersama Badan Pusat Statistik mengadakan Sensus ternak. Ternyata melalui Hasil Sensus Ternak 2011 ada optimisme menuju swasembada daging sampai tahun 2014. Sebab ternyata jumlah ternak sapi secara nasional mencapai 15,4 juta ekor, terdiri dari sapi potong 14,8 juta . ekor dan sapi perah 597,100 ekor. Sedangkan jumlah kerbau sebesar 1,3 juta ekor. Yang menggembirakan  jumlah populasi sapi potong betina mencapai 68,15% lebih banyak dari sapi potong jantan (38,85%). Untuk itu peternak perlu diyakinkan agar menghindari pemotongan sapi betina produktif. Dengan kondisi populasi seperti ini sangat mendukung program peningkatan populasi ternak yang diharapkan pemerintah, terutama melalui penerapan program inseminasi buatan terhadap sapi betina.
Untuk meraih swasembada dan swasembada berkelanjutan ini diharapkan ada dukungan utama berupa perluasan lahan seluas 2 juta hektar selama 2012-2014. Menurut Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan realisasi cetak sawah baru selama lima tahun terakhir (2006-2010) hanya sekitar 69.102 ha atau bertambah 14 ribu ha pertahun. Angka tersebut jauh di bawah target pencetakan sawah baru seluas 100 ribu ha pertahun. Diperkirakan defisit areal persawahan produktif dari tahun ke tahun semakin membesar. Idealnya . pemerintah perlu melakukan cetak sawah baru 200 ribu ha/tahun, atau minimal 100 ha per tahun.
2. Peningkatan Diversifikasi Pangan
Dalam rangka swasembada pangan, diversifikasi pangan menjadi keharusan. Menurut statistik konsumsi beras perkapita rakyat Indonesia mencapai 139,5 kg/orang/tahun. Ini angka konsumsi tertinggi di Asia. Bahkan mungkin di dunia. Menyadari akan hal ini pemerintah telah bertekad untuk penurunan tingkat konsumsi beras masyarakat sebesar 1,5% pertahun. Melalui program yang terarah ternyata pada tahun 2010 yang lalu target ini dapat diraih. Pemerintah telah bertekad bahwa konsumsi per kapita/th untuk tahun 2011 sebesar 138,24 kg; tahun 2012 sebesar 137,34; tahun 2013 sebesar 136,44 dan tahun 2014 sebesar 135,55 kg.
Peluang ini sebenarnya dapat diraih mengingat selain beras, Indonesia mempunyai banyak sumber karbohidrat mulai dari jagung, sagu, singkong, ubi, talas, gembili, kentang serta umbi-umbian lainnya. Dengan pengolahan sedemikian rupa akan menjadi pangan yang mengundang selera.
Pola makan yang amat tergantung pada beras tidak baik untuk masa depan. Selain tidak baik untuk kesehatan (kurang variasi jenis asupan karbohidrat vitamin, protein, glukosa), beras minded berpotensi membuat ketahanan pangan kita rentan. Bayangkan, jika suatu ketika, produksi padi nasional Indonesia, karena bencana, anomali iklim atau sebab lainnya-tak sanggup memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Maka meningkatkan diversifikasi pangan menjadi keharusan. Pangan yang beragam lebih menjamin ketahanan pangan.
3. Peningkatan Nilai tambah, daya saing dan Ekspor
Dalam tahun 2011 kinerja ekspor pertanian masih terus meningkat. Perkembangan positif ini terjadi berkat kerjasama dan kerja keras semua pihak, termasuk para petani, aparat dan praktisi bisnis pertanian.
Dalam tahun 2011, Semester I, ekspor pertanian mencapai angka 21,6 miliar dolar USD atau meningkat 115% dari posisi tahun 2009. Perkembangan menggembirakan juga terjadi dengan surplus neraca ekspor-impor komoditas sektor pertanian.
Per semester I, ekspor komoditas pertanian mencapai 21,59 miliar USD, atau meningkat lebih dari 66,3% dari capaian tahun 2010. Sementara itu, neraca ekspor impor untuk sektor pertanian mencapai surplus 11,34 miliar USD. Angka ini meningkat 68% dari surplus tahun lalu yang mencapai 6,74 miliar USD.
Pada enam bulan pertama tahun 2009 nilai ekspor pertanian baru mencapai 9,3 miliar USD. Pada periode yang sama tahun 2010 meningkat 39,24% menjadi 12,98 miliar USD.
Bila pada Semester T2009, surplus perdagangan baru mencapai 4,7 miliar dolar USD, maka per Juni 2011 angkanya sudah melampaui 11,3 miliar USD atau berlipat hampir 150% dari kondisi pertengahan tahun 2009.
4. Peningkatan kesejahteraan petani
Akhirnya sebagai resultante hasil hasil yang dicapai ini tercermin pada Nilai Tukar Petani (NTP). Nilai Tukar Petani (NTP), merupakan salah satu indikator untuk melihat kemampuan/daya beli petani di Indonesia. Apabila indikatornya di atas 100 berarti terjadi peningkatan pendapatan dan kesejahteran petani. Memperhatikan data data dari laporan resmi BPS, perkembangan nilai tukar petani dari waktu ke waktu menunjukkan trend positif. Pada bulan Agustus 2011 mencapai 105,11 atau naik 0,23 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan kesejahteraan petani. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.
Secara tidak langsung, trend NTP yang meningkat, juga menunjukkan bahwa berbagai kebijakan dan program pemberdayaan dan peningkatan kesajahteraan petani mulai membuahkan hasil yang menggembirakan.
Untuk mendorong peningkatan kesejahteraan petani, pemerintah menggulirkan kebijakan dan program pembangunan pertanian. Dalam bentuk kebijakan, antara lain berupa penetapan harga pokok pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah/beras, penetapan harga eceran (HET) pupuk bersubsidi, serta kebijakan pembatasan importasi dan stabilisasi harga.
Berbagai program pembangunan juga telah, sedang dan terus digulirkan untuk membina, melindungi dan memberdayakan petani. Antara lain pemberian bantuan langsung pupuk dan benih unggul, bantuan pembiayaan melalui skema Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), bantuan LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat), KUPS (Kredit Usaha Pembibitan Sapi), KUR (Kredit Usaha Rakyat), penggantian sarana produksi dan biaya pengolahan sawah untuk yang terkena puso (gagal panen), bantuan alat dan mesin pertanian (pompa, hand tractor, terpal), perbaikan sarana jalan dan irigasi tingkat desa, serta beberapa program pemberdayaan petani.

TERPOPULER

SITUS RESMI FK-THL KARAWANG

BLOG TAUTAN